Rutinitasku setiap hari menjadi semakin padat ditambah dengan mengikuti berbagai pelatihan dan persiapan untuk mengantisipasi lonjakan kasus. Sebelum memeriksa pasien, sekarang kami juga harus memakai APD lengkap agar tidak tertular dari pasien. Rasanya sangat panas, sulit bernafas normal dan tidak bisa bergerak dengan leluasa. Ketika kasus semakin bertambah banyak hanya dalam hitungan hari, semuanya seperti sebuah mimpi buruk yang menjadi kenyataan. Kami, paramedis tidak bisa beristirahat dengan baik. Aku bahkan memutuskan untuk tidak pulang ke rumah, mengingat 2 anakku yang masih balita dan ibu mertua yang rentan terinfeksi virus ini. Untunglah kemudian pemerintah memberikan tempat tinggal khusus paramedis yang tidak bisa pulang. Kami ditempatkan di penginapan khusus yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan RS. Setidaknya kami bisa mengistirahatkan tubuh lelah kami di atas kasur bukannya di bangku RS.
Baca juga : Kumpulan Cerpen Covid 19 Lainnya
Dua minggu sudah sejak kasus pertama COVID 19 di RS kami, kondisi kesehatannku semakin drop. Aku mulai batuk-batuk meskipun tidak demam. Pihak RS bertindak cepat, aku diwajibkan melakukan serangkaian tes dan harus isolasi mandiri di kamar penginapan sembari menunggu hasil pemeriksaaan. Hari itu aku merasa sangat sedih. Aku tidak berani menelpon suami untuk bercerita, tak tega melihat wajah khawatirnya. Aku teringat anak-anakku yang tidak bisa lagi aku temui. Aku takut jika hasilnya positif dan berakibat fatal karena imunitasku yang tidak terjaga dengan baik akhir-akhir ini. Tapi kemudian aku juga sadar, aku tidak boleh berlama-lama larut dalam kesedihan. Aku harus tetap berpikir positif karena dengan begitu tubuhku akan semakin kuat melawan virus yang datang.
Selama masa isolasi mandiri, aku memperbanyak istirahat, berusaha mengganti waktu istirahat yang kurang sebelumnya. Aku rutin melakukan senam ringan di kamar juga mengkonsumsi vitamin untuk menguatkan daya tahan tubuh. Aku membatasi membaca ataupun menonton berita terkait perkembangan COVID 19 untuk menjaga kesehatan mentalku. Akhirnya aku memutuskan bercerita tentang keadaanku pada beberapa teman, keputusan ini membuatku merasa lebih lega. Mereka selalu memberikan support positif dan tak jarang berusaha menghiburku dengan mengirimkan video-video lucu di grup messanger apps.
Aku sangat bersyukur ketika diberitahu bahwa hasil pemeriksaanku negatif. Alhamdulillah, Allah SWT mengabulkan do'a-do'aku selama ini. Setelah 2 pekan menjalani isolasi mandiri dengan hasil tes kedua yang juga negatif, satu-satunya yang ingin aku lakukan adalah pulang ke rumah. Rasa rinduku sudah tak tertahankan lagi. Aku ingin memeluk suami dan anak-anakku yang telah sebulan hanya bisa kulihat melalui video call. Sebentar saja, karena aku tidak tahu entah kapan aku akan bisa memiliki kesempatan seperti ini. Setelah ini aku harus kembali berjuang bersama paramedis lainnya menjadi benteng pertahanan terakhir melawan virus ini. Iya, kami adalah benteng pertahanan terakhir, sementara pejuang garda terdepan adalah seluruh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, bantulah kami agar tetap kokoh dengan di rumah saja dan menerapkan pola hidup sehat. Semoga badai ini cepat berlalu dan berganti dengan warna indah pelangi.
-------------------------
Note : Tulisan ini telah dimuat di FIMELA
-------------------------
Note : Tulisan ini telah dimuat di FIMELA
Posting Komentar